Senin, 7 Januari 2019. Hari ini merupakan hari pelantikan kami Calon DOK 1819 menjadi DOK 1819 secara resmi dihadapan seribu lebih siswa. Untuk pertama kalinya aku mengenakan baret merah kebanggaan Kamtib. Tidak sembarang orang bisa menggunakannya, bahkan menyentuhnya pun tidak boleh. Baret ini merupakan baret sakral yang hanya boleh digunakan oleh orang-orang yang sudah melewati manis pahitnya seleksi dan pembekalan. Dengan mengucap ketujuh poin Sapta Satya aku bersumpah untuk mengabdikan diri pada lembaga SMA Negeri 1 Singaraja sebagai tameng terdepan dalam meneggakkan keamanan dan ketertiban. Aku cukup puas dengan capaianku saat ini. Sekarang aku sudah resmi menjadi Petugas Kamtib tepatnya Koordinator Razia Gerbang.
Sedikit cerita mengenai jabatanku, koordinator razia gerbang seperti namanya mengoordinir pelaksanaan razia gerbang. Razia ini merupakan razia paling kompleks yang harus dilaksanakan Kamtib. Siswa yang baru datang langsung diperiksa barang bawaannya baik di dalam tasnya maupun di dalam jok sepeda motornya. Kesulitan dalam pelaksaan razia ini adalah siswa biasanya datang pada selang waktu tertentu dalam jumlah yang sangat banyak. Biasanya sepeluh menit sebelum jam telat hampir setengah populasi siswa akan datang dalam waktu yang sangat berdekatan sehingga dalam pelaksanaan razia gerbang selalu terjadi kemacetan di depan sekolah. Segera setelah aku dilantik, aku langsung menyusun skema razia gerbang ini. Aku memaksa kepalaku untuk bekerja keras mencari solusi dari permasalahan yang biasa muncul pada razia gerbang sebelum-sebelumnya. Sampai-sampai aku membuat empat skema padahal yang nantinya digunakan hanya satu. Sampai sekarang aku menyimpan skema tersebut sebagai sebuah pusaka berharga š¤£. Dan bagaimana kah hasilnyaaa????.......... Sebegitu kerasnya aku berusaha ternyata aku tetap saja gagal mengatasi masalah kemacetan yang muncul. Namun aku tetap senang karena aku berhasil mengatasi masalah yang pernah terjadi pada pelaksanaan razia gerbang sebelumnya seperti meminimalisir siswa yang lolos razia sampai ke titik terendah, tetap bisa mengidentifikasi siswa yang telat datang ke sekolah walaupun kondisi sedang krodit, dan agenda sekolah bisa berjalan lancar karena pelaksanaan razia yang efisien waktu. Intinya aku masih bisa bersyukur dalam pelakasanaan razia gerbang saat itu.
Pada bulan Februari 2019, aku dinyatakan masuk 16 besar dalam pelatnas tahap I calon peserta IESO. Itu artinya aku akan mengikuti pelatnas tahap kedua. Mengikuti pelatnas bukan lah hal yang simpel, meninggalkan pelajaran di sekolah dan menunda berbagai ulangan harian benar-benar seperti bom waktu. Sepulangnya dari pelatnas aku langsung kalang kabut untuk mengikuti susulan terhadap 16 ulangan harian yang aku tinggalkan. Belum lagi tugas di Kamtib yang membuatku tidak bisa mencurahkan seluruh perhatianku untuk dunia akademik. Di sini aku pun mulai sadar bahwa kita tidak bisa mencapai dua hal besar secara bersamaan. Perlu ada skala prioritas. Dan walaupun bisa mencapai keduanya tetap harus ada hal lain yang dikorbankan. Tidak ada sesuatu di dunia ini yang bisa didapat tanpa pengorbanan. Untuk makan pun seseorang harus mengorbankan waktunya untuk bekerja. Momen pelatnas II ini benar-benar mengubah cara pandangku terhadap berbagai hal. Untuk pertama kalinya aku merasa benar-benar tidak mampu untuk mengejar ambisiku. Aku merasa kewalahan saat mengikuti pelatnas II ini mungkin karena persiapanku yang sangat kurang sedangkan kompetitor yang lain persiapannya sudah sangat mumpuni. Aku belajar bahwa ambisi pribadi yang besar harus sedikit demi sedikit dikurangi toh saat sudah berhasil mencapai ambisi tersebut juga akan muncul ambisi-ambisi lain yang tidak akan pernah habis. Terlalu memikirkan ambisi itu hanya akan menyianyiakan hidup. Perlu dibedakan antara orang ambis dengan orang pekerja keras. Orang ambis hanya akan memikirkan ambisinyatanpa memikirkan yang lain sedangkan orang pekerja keras akan memperjuangkan keinginannya secara fleksibel. Dan iseng-iseng membaca Bhagavadgita aku menemukan sloka yang sangat berguna, yaitu sebagai berikut:
na hi kaÅcit kṣaṇam api
jÄtu tiṣṭhaty akarma-kṛt
kÄryate hy avaÅaḥ karma
sarvaḥ prakṛti-jair guṇaiḥ
Terjemahan
Semua orang dipaksakan bekerja tanpa berdaya menurut sifat-sifat yang telah diperolehnya dari sifat-sifat alam material; karena itu, tiada seorangpun yang dapat menghindari berbuat sesuatu, bahkan selama sesaatpun.
(Bhagavad Gita III.5)
Maknanya kurang lebih seperti ini, manusia tidak pernah tidak bekerja bahkan selama sedetikpun. Manusia akan selalu bekerja mengikuti hukum alam. Jika buah jatuh dari pohon tunduk akan hukum gravitasi, maka hal yang sama juga terjadi pada manusia yang bertindak karena tunduk akan rasa dan pikirannya. Di sini kita harus memandang rasa dan pikiran sebagai sebuah hukum alam. Jika hukum gravitasi mengatur gerak benda-benda bermassa, maka rasa dan pikiran mengatur gerak manusia dalam bertindak. Dari sloka ini dapat disimpulkan bahwa bekerjalah sebagaimana mestinya seperti hukum alam, perhatikan juga sekitar dan jangan terlalu berambisi karena hal itu hanya membuat pikiran kita tersita. Apa yang kita lakukan hanya bagian dari hukum alam, jangan pernah mengganggap diri kita superpower.
Okei cukup sampai di sana bagian religiusnya, sekarang kembali lagi ke pengalaman dalam organisasi. Seperti biasa para DOK akan diberi tugas untuk menjadi panitia dalam MPLS. Jika kau bertanya bagaimana rasanya? Maka aku akan menjawab penuh nostalgia. Dahulu sewaktu baru menapaki jenjang SMA aku mengikuti MPLS dengan penuh tanda tanya di kepala namun saat ini aku lah yang mengisi tanda tanya tersebut kepada para siswa baru. Menjadi panitia MPLS mengingatkanku pada masa dimana berbagai mimpiku berawal.
Sekarang tiba lah saatnya untuk pergantian kepengurusan DOK. Aku menulis ini tepat sehari setelah pelantikan DOK 1920, tepat sehari setelah melaksanakan tugas terakhir. Kali ini bukan sebagai junior, tapi sebagai senior. Pelantikan kepengurusan yang baru dan pembubaran pengurus lama menjadi halaman penutup dalam pengalamanku mengikuti organisasi siswa intra sekolah. Pengalaman menakjubkan bersama teman-teman dengan semua jalinan tali persahabatan adalah hal yang sulit didapat di tempat lain. Semua perasaan baik itu suka, duka, cinta, kecewa, dan bahagia menjadi bumbu pelengkap dalam perjalananku mengikuti organisasi di SMA. Mungkin banyak orang berpikir kalau ikut kegiatan semacam OSIS ini cuma bakal menyita waktu saja, tetapi aku tidak pernah menyesali keputusanku untuk terjun dalam organisasi. Dan bahkan sekarang aku berpikir, betapa menyesalnya aku sekarang seandainya dulu aku membatalkan niatku bergabung dalam organisasi ini. Untuk semua rekan-rekanku, kakak-kakak, dan adik-adik yang pernah datang dan pergi mewarnai pengalamanku dalam berorganisasi di SMA, aku ucapkan maaf dan terima kasih.
Keluarga Kesatria Pelindung "Raynor Kavaca" |